Beranda | Artikel
Keistimewaan dan Keutamaan Tauhid (Bag. 2)
Senin, 7 Januari 2019

Baca pembahasan sebelumnya: Keistimewaan dan Keutamaan Tauhid (Bag. 1)

Keistimewaan dan keutamaan tauhid (lanjutan)

Kelima, akidah tauhid itu selamat dari pertentangan. Inilah di antara keistimewaan akidah tauhid, berbeda dengan akidah-akidah batil lainnya yang tidak selamat dari kegoncangan dan pertentangan (tidak konsisten). Allah Ta’ala berfirman,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 82)

Akidah yang berasal dari manusia dan dibuat-buat oleh manusia, pasti mengandung banyak pertentangan di dalamnya. Adapun iman yang sahih, akidah yang selamat, dan tauhid yang kokoh yang bersumber dari kitabullah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti terselamatkan dari itu semua.

Inilah di antara keistimewaam tauhid yang lainnya. Bahwa akidah tauhid dibangun di atas dua sumber keselamatan, yaitu Alquran dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berbicara karena menuruti hawa nafsunya. Apa yang beliau sabdakan dan ajarkan, hanyalah bersumber dari wahyu yang diwahyukan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Baca Juga: Inilah 6 Keutamaan Tauhidul Asma Wash shifat

Keenam, tauhid itu sesuai dengan fitrah yang selamat dan akal sehat. Tauhid adalah agama yang sesuai dengan fitrah. Seandainya manusia dibiarkan sesuai dengan fitrahnya, mereka tidak akan berpaling kepada selain tauhid. Hal ini karena tauhid itu sesuai dengan fitrah, bahkan fitrah itu sendiri.

Allah Ta’ala berfirman,

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Ruum [30]: 30)

Adapun syirik adalah perkara yang mengeluarkan manusia dari fitrah dan menyimpangkan manusia dari fitrahnya. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَلاَ إِنَّ رَبِّى أَمَرَنِى أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ مِمَّا عَلَّمَنِى يَوْمِى هَذَا كُلُّ مَالٍ نَحَلْتُهُ عَبْدًا حَلاَلٌ وَإِنِّى خَلَقْتُ عِبَادِى حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِى مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا

“Sesungguhnya Tuhanku memerintahkanku untuk mengajari kalian apa-apa yang belum kalian ketahui. Di antara hal-hal yang diajarkan kepadaku hari ini adalah, “setiap harta yang Aku berikan kepada hamba-Ku, maka (menjadi) halal baginya. Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-Ku seluruhnya dalam keadaan hanif (menjadi seorang muslim, pent.). Kemudian datanglah setan kepadanya yang menjadikan mereka keluar dari agama mereka. Serta mengharamkan hal-hal yang Aku halalkan untuk mereka. Dan juga menyuruh mereka untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak Aku turunkan keterangan tentang itu … “.” (HR. Muslim no. 2865)

Baca Juga: Teladan Kebaikan Dari Para Keluarga Salafus Shalih

Yang dimaksud dengan, “Aku menciptakan hamba-Ku seluruhnya dalam keadaan hanif” adalah di atas fitrah, yaitu di atas tauhid. Lalu datanglah setan yang menyimpangkan dan mengeluarkan mereka dari tauhid tersebut.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ

“Tidak ada satu pun anak yang dilahirkan kecuali dilahirkan di atas fitrah. Orangtuanya-lah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti seekor hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat (sama persis dengan induknya), apakah engkau merasakan adanya cacat padanya?“ (HR. Bukhari no. 1358 dan Muslim no. 2658)

Seekor hewan dilahirkan dari perut induknya dalam kondisi selamat, sama persis dengan induknya, sempurna bagian-bagian tubuhnya. Jika seseorang memotong kaki, tangan, atau telinga dan selainnya, maka hewan itu tidak lagi dalam kondisi asli sebagaimana yang Allah Ta’ala ciptakan. Hal ini hanyalah terjadi karena ulah tangan manusia.

Hal ini dijelaskan dalam riwayat yang lain,

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، وَيُنَصِّرَانِهِ، كَمَا تُنْتِجُونَ البَهِيمَةَ، هَلْ تَجِدُونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ، حَتَّى تَكُونُوا أَنْتُمْ تَجْدَعُونَهَا؟

“Tidak ada satu pun anak yang dilahirkan kecuali dilahirkan di atas fitrah. Orangtuanya-lah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti seekor hewan yang dilahirkan, apakah Engkau merasakan adanya cacat padanya? Sampai kalianlah yang membuat mereka cacat. (HR. Bukhari no. 6599)

Demikian pula seorang anak dilahirkan di atas fitrah tauhid. Jika anak tersebut kemudian menjadi beragama Nasrani, Yahudi, Majusi, atau terjadi sesuatu pada anak tersebut sehingga dia menyimpang, terjerumus dalam ketergelinciran, kesesatan, kebatilan dan penyimpangan, maka hal ini karena pengaruh pengasuhan orang tuanya atau faktor luar lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan anak tersebut.

Baca Juga: Mengaku Salafi, Namun Realitanya Tidak Bermanhaj Salaf

Oleh karena itu, dalam hadis di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ

“Orangtuanya-lah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan, “yang menjadikannya sebagai Muslim”; karena dia pada asalnya dilahirkan dan tumbuh di atas fitrah tauhid.

Sehingga tauhid adalah agama fitrah. Adapun syirik dan penyimpangan lainnya berupa kesesatan, semua itu bertentangan dengan fitrah tauhid.

Adapun kesesuaian antara tauhid dengan akal sehat sangatlah jelas. Akal yang masih sehat, tidak sesat dan tidak menyimpang, pasti tidak akan rida dengan selain tauhid. Siapakah orang yang masih sehat akalnya, lalu dia menerima dan rida dengan berbilangnya sesembahan di muka bumi ini?

Allah Ta’ala berfirman menceritakan kisah Nabi Yusuf ‘alaihis salaam,

يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ ؛ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ

“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya.” (QS. Yusuf [12]: 39-40)

Baca Juga: Inilah Sumber Ilmu Aqidah

Zaid bin ‘Amr bin Nufail berkata ketika memisahkan diri dari agama kaumnya dan masuk Islam,

“Apakah satu Tuhan yang saya sembah atau seribu Tuhan, jika urusan telah terbagi

Saya meninggalkan Latta dan ‘Uzza semuanya, karena begitulah yang dilakukan oleh orang kuat dan sabar

Saya bukanlah penyembah ‘Uzza dan tidak pula kedua anak perempuannya, dan saya tidak juga mengunjungi dua patung Bani ‘Amar”  (As-Siirah 2: 96, karya Ibnu Ishaq)

Dan ketika Zaid bin ‘Amr mencela sembelihan orang-orang musyrik, beliau berkata,

الشَّاةُ خَلَقَهَا اللَّهُ، وَأَنْزَلَ لَهَا مِنَ السَّمَاءِ المَاءَ، وَأَنْبَتَ لَهَا مِنَ الأَرْضِ، ثُمَّ تَذْبَحُونَهَا عَلَى غَيْرِ اسْمِ اللَّهِ، إِنْكَارًا لِذَلِكَ وَإِعْظَامًا لَهُ

“Kambing yang Allah Ta’ala ciptakan, Allah Ta’ala turunkan air untuknya dari langit, Allah Ta’ala tumbuhkan untuknya dari bumi, kemudian Engkau menyembelihnya dengan menyebut nama selain Allah? Ini sebagai bentuk pengingkaran atas sembelihan mereka dan sebagai bentuk pengagungan atas sembelihan kaum muslimin.” (HR. Bukhari no. 3826)

Maka, kemuliaan tauhid dan tercelanya syirik itu telah terpatri dalam akal dan fitrah manusia, telah diketahui dan diyakini bagi mereka yang memiliki hati yang hidup, akal yang selamat dan fitrah yang bersih.

Baca Juga: Menilik Perhatian Para Sahabat Terhadap Masalah Aqidah

Ketujuh, tauhid adalah pengikat yang hakiki dan abadi di dunia dan di akhirat. Kita tidak menjumpai adanya tali pengikat di antara manusia secara mutlak selain tali tauhid. Karena tali pengikat ini, yang mengikat antara ahli tauhid dan orang beriman, adalah tali pengikat yang akan tetap abadi dan tidak akan lepas di dunia dan di akhirat.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 67)

Allah Ta’ala juga berfirman di ayat lainnya,

إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa. Dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS. Al-Baqarah [2]: 166)

Maka semua pengikat dan penghubung akan terputus pada hari itu. Semua rasa cinta akan pudar, semua penghubung antara manusia akan sirna, kecuali kecintaan dan hubungan karena tauhid dan iman kepada Allah Ta’ala.

Semua penghubung dan pengikat karena Allah Ta’ala, maka akan abadi dan terus-menerus ada baik ketika di dunia dan di akhirat. Sedangkan semua penghubung dan pengikat karena selain Allah Ta’ala, dia akan terputus dan terpisah. Sekuat apapun hubungan itu, jika bukan karena Allah Ta’ala, dia akan terputus, baik di dunia atau pun nanti di akhirat.

Baca Juga: Akidah Kuat, Bangsa Hebat

Kedelapan, tauhid akan senantiasa dijaga oleh Allah Ta’ala. Keistimewaan tauhid lainnya adalah bahwa Allah Ta’ala menjamin terjaganya tauhid dan agama ini, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. At-Taubah [9]: 33)

إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا

“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman.” (QS. Al-Hajj [22]: 38)

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلًا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (QS. Ar-Ruum [30]: 47)

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim [14]: 27)

Kesembilan, tauhid memiliki buah, keutamaan dan faedah yang sangat banyak. Termasuk di antara keistimewaan tauhid adalah bahwa tauhid mengandung banyak buah dan faedah, serta keutamaan yang bisa dipetik baik ketika masih di dunia maupun kelak ketika di akhirat. Buah serta faedah-faedah tauhid akan kami bahas secara khusus di seri selanjutnya.

Baca Juga:

[Bersambung]

***

@Rumah Lendah, 23 Rabi’ul awwal 1440/ 1 Desember 2018

Penulis: M. Saifudin Hakim


Artikel asli: https://muslim.or.id/44490-keistimewaan-dan-keutamaan-tauhid-bag-2.html